Kamis, 16 Maret 2017

PERSPEKTIF KERANGKA BERFIKIR PEMILIH CERDAS PADA PILKADA 2018


Secara Jujur & Objektiv saja diantara semua Bakal Calon Gubernur yang muncul saat ini L.A lah yang memiliki Nilai Lebih & Prima.
  1. Baik dari sisi PROFIL Keperibadian, Karakter & Watak :    Beliau adalah Seorang Pemimpin yg Religius (Banyak berwuduh & Bersujud), Pemimpin yg Rendah Hati/Luwes, Pemimpin yg Merakyat, Pemimpin yg Tegas, Pemimpin yg Kuat, Pemimpin yg disiplin & Pemimpin yg Lugas & Amanah.
  2. Dari Aspek Pendidikan FORMAL Beliau mengenyam Pendidikan mulai dari Pendidikan Dasar(SD) sampai Pendidikan/Gelar tertinggi S3(Doktor), belum lagi Pendidikan-Pendidikan FORMAL Lainnya. Misalnya Alumni LEMHANAS, Dll.
  3. Dari Aspek Jabatan POLITIK : Bupati Konawe 2 Periode.
  4. Jenjang Karir sebagai Seorang PNS yang dimulai dari Gol. II.b / Eselon V.a sampai dengan Sekarang menduduki Puncak/Tertinggi Karir sebagai seorang PNS Gol. IV.e / Pembina Utama/ Eselon 1.b Sebagai Sekretaris Daerah Prov. Sultra berdasarkan Keputusan Presiden RI.
  5. Dari aspek Hasil-hasil pembangunan selama menjabat Bupati Konawe :  L.A Menjadikan Konawe sebagai Lumbung Beras. Terkait dengan aksentuasi kebijakan pembangunan pada sektor pertanian, ketika hampir seluruh kandidat Bupati Konawe di musim kampanye Pilkada tahun 2012 – 2013 lalu menyuarakan gagasan menjadikan Konawe sebagai lumbung beras di Sultra, LA sebenarnya sudah membumikan gagasan itu sejak awal masa kepemimpinannya. Sekitar tahun 2005 hingga 2007, LA telah menggencarkan program intensifikasi pertanian tanaman pangan, khususnya beras, melalui program teknologi intensifikasi dan ekstensifikasi lahan sawah. Sebelumnya, yakni sejak tahun 2003, melalui Dinas Pertanian Tanaman Pangan Kabupaten Konawe, LA telah meluncurkan kebijakan pemberian bantuan benih bermutu padi sawah kepada petani secara gratis, baik benih subur maupun benih pokok, serta melakukan pembinaan kepada petani pengkas melalui tim pelatihan petani dengan pendekatan program peningkatan mutu intensifikasi (PMI) dan perluasan areal tanam (PAT), serta pembinaan ketahanan pangan masyarakat (PKPM).
LA juga mendorong kebijakan pemberian bibit dan pupuk, pencetakan sawah baru, serta suplai sarana produksi (Saprodi) cuma-cuma secara besar-besaran kepada ribuan petani di seantero Konawe. Saprodi yang dimaksud terutama diberikan dalam bentuk bantuan ratusan unit handtracktor kepada para petani dimana kebijakan tersebut ditargetkan melahirkan output berdasarkan kalkulasi 1 handtracktor akan dapat mengolah 20 hinggga 30 ha sawah. Upaya keras LA selama bertahun-tahun untuk menjadikan Konawe sebagai lumbung beras Sultra itu pun akhirnya berbuah prestasi. Konawe mengalami Surplus produksi beras di tahun 2009 sekitar 60 ribu ton dari total produksi yang berhasil dicapai sebanyak 100 ribu ton.
Untuk menjamin proses distribusi serta stabilitas suplay dan pemasaran hasil produksi beras bagi masyarakat Konawe dan sekitarnya, LA mengajukan usul kenaikan status dolog Unaaha menjadi sub divisi regional (Divre) Bulog. Peningkatan status dolog demikian tentu saja akan menjamin kesehatan iklim tata niaga beras lokal sehingga petani sawah tapat terus mengembangkan kuantitas dan kualitas produksi berasnya.

Atas prestasi di atas, di penghujung tahun 2009, LA memperoleh penghargaan dari Menteri Pertanian atas usaha kerasnya menjadikan Konawe sebagai sentra peningkatan produksi beras nasional (P2BN). Setahun kemudian, yakni di tahun 2010, bertepatan dengan HUT Proklamasi RI ke-65, Presiden RI menganugerahkan tanda kehormatan Satya Lencana Pembangunan dan Satya Lencana Wira Karya kepada LA di Kantor Kementrian Dalam Negeri. Saat itu LA menjadi kepala daerah satu-satunya di Sulawesi Tenggara yang menerima tanda kehormatan prestisius seperti itu .
L.A Membangun Icon dan Infrastruktur Kota Unaaha, bersamaan dengan upaya kerasnya menggelontorkan berbagai kebijakan pembangunan sektoral, LA tak lupa pula membangun dan merampungkan beberapa fasilitas publik yang saat ini telah menjadi icon infrastruktur utama di Kabupaten Konawe, khususnya di kota Unaaha. Fasilitas tersebut diantaranya adalah pembangunan Masjid Raya Babussalam yang terletak di jantung Kota Unaaha. Fondasi pembangunan Masjid megah ini diletakkan pertama kali pada era Bupati Andry Djufrie, kemudan dilanjutkan, namun mengalami sedikit kendala arsitektur dan konstruksi fisik di era Bupati Anas Bunggasi dan Abd. Razak Porosi, lalu mengalami akselerasi pembangunan secara maraton dan besar-besaran hingga rampung seratus persen di era Bupati LA. Selain sebagai icon kebanggaan masyarakat Konawe, Masjid yang mampu menampung ribuan jama’ah ini juga telah menjadi pusat kegiatan ibadah dan kajian Islam di Kabupaten Konawe. Masjid itu diresmikan oleh Gubernur Nur Alam pada tanggal 31 Desember 2012.

Pada tahun 2008/2009, tepat bersebelahan dengan areal kompleks Masjid Raya Babussalam, LA menggagas pengembangan ex-lokasi pelaksanaan MTQ hingga menjadi semacam alun-alun kota yang menjadi pusat pelaksanaan berbagai kegiatan massal yang bersifat terbuka, baik yang dilaksanakan oleh masyarakat maupun oleh Pemkab Konawe. Acara-acara massal seperti perayaan malam tahun baru masehi, pesta rakyat, pameran pembangunan, perkemahan, perayaan kegiatan keagamaan dan lain-lain, nyaris semuanya dipusatkan di tempat ini.
Tak jauh dari kompleks ex-MTQ, LA menggagas pendirian fasilitas gelanggang olah raga (GOR) yang berisi berbagai sarana olah raga. Pendirian fasilitas ini dimaksudkan untuk menjadi pusat pendidikan dan pelatihan, sekaligus sebagai wahana pemacu tumbuhnya minat dan prestasi olahraga di kalangan generasi muda Konawe hingga melahirkan atlit-atlit handal yang berprestasi, baik di tingkat provinsi, regional maupun nasional. Obsesi besar LA membangun fasilitas GOR yang cukup memadai tersebut tak lepas kaitannya dengan kiprah dirinya sendiri sebagai Ketua KONI Konawe selama dua periode.
Dalam rangka menunjang roda perekonomian warga Kota Unaaha, LA menggagas ide renovasi total Pasar Wawotobi yang waktu itu dianggap sudah terlalu kumuh dan merusak estetika Kota Unaaha, khususnya di bagian timur. Dengan menggandeng pihak swasta, yakni PT. Dachtraco, pada tanggal 21 April 2008, LA mulai memerintahkan pembokaran pasar tradisional modern Wawotobi untuk kemudian membangun pasar modern di atasnya yang terdiri dari 2 lantai, dimana lantai atas mencakup 200 petak untuk pasar kering dan di lantai 1 (dasar) meliputi 335 petak untuk pedagang atau pasar basah. Saat ini, pasar tersebut setidaknya telah memperbaiki estetika kota Unaaha di wilayah Kecamatan Wawotobi dan tetap menjadi pusat kegiatan ekonomi bagi warga di sekitarnya.


Pembangunan Infrastruktur Perkantoran.
Berbagai prasarana fisik kota Unaaha juga menjadi perhatian serius LA selama 10 tahun memimpin Konawe. Beberapa diantaranya yang bisa disebutkan secara kasat mata adalah pelebaran dan pengaspalan beberapa ruas jalan utama di wilayah Kota Unaaha, seperti ruas jalan di Kelurahan Ranoeya – Kasipute – Wawotobi, ruas jalan Unaaha – Tongauna, ruas jalan adipura – bendungan, ruas jalan kawasan perkantoran hingga lingkungan Rahabangga – Puunaaha, ruas jalan Parauna, Lawulo – Andabia dan beberapa ruas jalan lainnya di sekitar kelurahan Latoma, Ambekairi, Poasa’a, Wawonggole, hingga beberapa ruas jalan di Kecamatan Konawedan Wawotobi dan Meluhu.

Sebagai Bupati yang memahami posisi historis kota Unaaha sebagai pusat kesejarahan dan kebudayaan Tolaki, LA sejak awal memiliki obsesi besar untuk menambah wibawa organisasi pemerintahan daerah di Unaaha dengan fasilitas perkantoran yang lebih memadai. Obsesi ini yang kemudian diwujudkannya dengan beberapa terobosan penting, diantaranya adalah dengan merenovasi Rujab Bupati Konawe di bukit Rahabangga. Saat ini, rujab tersebut telah tampak lebih megah dari sebelumnya. Demikian pula, kemegahan seperti itu tampak di kawasan perkantoran Inolobunggadue. Kantor Bupati dan gedung-gedung utama sekretariat daerah Kabupaten Konawe telah dirombak total dan dibangun kembali oleh LA sehingga tampak seperti keadaan pada hari ini, dimana 4 (empat) blok pusat perkantoran tertata apik di belakang belakang lapangan upacara.

Selain itu, untuk menambah wibawa pemerintah daerah, LA juga membangun fasilitas rumah dinas bagi perangkat Muspida di kelurahan Wawonggole yang setidaknya mencakup kompleks rumah dinas Wakil Bupati, Ketua dan Wakil Ketua DPRD, serta rumah dinas Sekda Kabupaten Konawe. Kompleks tersebut telah dimanfaatkan sejak tahun 2004 hingga saat ini.

Pembangunan Bidang Keagamaan : Spirit membantu tugas Kementrian Agama Kabupaten (yang bersifat vertikal) dalam pembangunan keagamaan di Konawe juga antara lain ditunjukkan LA dengan menggiatkan program bantuan pembangunan fisik masjid. Di masa pemerintahan LA, ratusan masjid di Kabupaten Konawe, selain masjid raya Babussalam tentunya, dikabarkan telah mendapat bantuan dari Pemkab Konawe untuk pembangunan Masjid beserta sarana dan prasarana pendukungnya dalam bentuk dana cash pada kisaran angka Rp. 5 juta hingga ratusan juta rupiah per Masjid. Diantaranya dapat disebutkan bahwa hampir seluruh masjid di dalam wilayah Kota Unaaha (Kecamatan Unaaha, Wawotobi, Anggaberi dan Konawe) telah pernah mendapat bantuan dana cash dari Pemerintahan LA, seperti, sebut saja, Masjid Al-Muhajirin Unaaha (yang juga mendapat sokongan dana dari warga masyarakat, utamanya dari pengusaha lokal – H. Azis dan H. Burhanuddin Harahap), Masjid Raya Wawotobi, Masjid Nurul Hikmah Parauna, Masjid Raya Asinua, Masjid Raya Inalahi dan lain sebagainya

Bantuan dana cash seperti itu juga banyak diarahkan untuk menunjung kegiatan majelis ta’lim (BKMT) se-Kabupaten Konawe yang dimasa pemerintahan LA tumbuh bagaikan jamur di musim hujan. Selain memberikan bantuan dana cash, LA juga terus mengkapanyekan peningkatan penghayatan agama di berbagai milliu dan kesempatan, termasuk di lingkungan SKPD Pemkab Konawe.

Memperbaiki Tata Kelola Keuangan Daerah
Dalam rangka mendorong terwujudnya tata kelola pemerintahan yang baik (good governance dan cleant goverment), sejak tahun 2009 LA telah mengintensifkan upaya penataan tata kelola keuangan dan aset daerah. Usaha ini antara lain dilakukannya dengan menerapkan kebijakan transparansi dan debirokratisasi pengurusan administrasi keuangan proyek, pengurusan izin-izin, invetarisasi aset daerah, penguatan kapasitas staf bagian keuangan daerah, perbaikan sistem akuntasi keuangan daerah (termasuk dalam penyusunan neraca, pembukuan serta penyusunan dan pertanggungjawaban keuangan), dan lain-lain.

Dari hasil usaha keras yang digelar LA sejak tahun 2009 tersebut, maka pada tahun 2011, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) perwakilan Sultra memberi predikat Wajar dengan Pengecualian (WDP) terhadap tata kelola keuangan daerah Pemkab Konawe. Menyusul perolehan predikat tersebut, pada tahun 2011, oleh Kementerian Keuangan RI, Pemkab Konawe juga dipandang telah berhasil menyampaikan Laporan Keuangan Pertanggungjawaban Daerah (LKPD) dan menyusun APBD pada tepat waktu, berhasil meningkatkan indeks perekonomian manusia (IPM) dan pendapatan asli daerah (PAD), serta berhasil menurunkan angka kemiskinan. Atas beberapa prestasi ini, Pemkab Konawe menerima penghargaan (reward) dari Menteri Keuangan RI berupa Dana Insentif Daerah (DID) sebesar Rp. 30.957.317.000,- yang dimasukkan dalam APBD Kabupaten Konawe tahun anggaran 2013.
Pembangunan Sektor Lainnya Pada sektor pendidikan, LA tercatat pernah membangun ratusan rumah sekolah tingkat SD dan SMP yang tersebar di desa-desa atau kecamatan beserta segala prasarana pendukungnya, seperti alat peraga, peralatan laboratori, buku-buku bacaan dan lain-lain. Pada sektor kelautan dan perikanan, LA antara lain tercatat banyak memberi kontribusi pada kehidupan masyarakat nelayan di wilayah pesisir, utamanya di pulau Wawonii serta kecamatan Soropia, Lalonggasumeeto, Kapoiala dan Bondoala. Di Wawonii misalnya, masyarakat setempat setidaknya telah menikmati fasilitas tempat pendaratan ikan (TPI) yang cukup luas di areal dekat dermaga ferry Langara.

Pada sektor kehutanan, LA antara lain tercatat pernah menggalakkan kampanye pelestarian kawasan hutan di kawasan Das Konaweeha bagian barat, pernah membagikan bibit jati dan bibit tanaman lainnya dalam rangka penghijauan, dan lain sebagainya.
Pada sektor kesejahteraan sosial, LA diantaranya tercatat pernah melakukan serangkaian upaya pemberdayaan masyarakat terasing di wilayah Latoma dan Asinua tua, juga mengupayakan bantuan perumahan rakyat sebanyak 1.044 unit dari dana APBN untuk masyarakat miskin, dan lain sebagainya.

Pada sektor pemerintahan, LA antara lain berhasil mendorong pemekaran/pementukan beberapa kecamatan baru dalam wilayah admintrasi kabupaten Konawe, seperti Kecamatan Anggaberi, Uepai, Asinua, Latoma, Konawe, Meluhu, Amonggedo, Besulutu, Bondoala, Kapoiala, Lalonggasumeeto, Puriala, Onembute, Routa, Wawonii Tengah, Utara, Tenggara, Timur Laut, Wawonii Selatan, serta terakhir kecamatan Padangguni, Abeli Sawah dan Morosi. Demikian pula pada sektor lainnya, hampir setiap tahun anggaran meluncurkan program-program yang relevan dengan tupoksi masing-masing SKPD.

Pemekaran wilayah atau pembentukan beberapa daerah otonom baru (DOB) di Kabupaten Konawe, merupakan salah satu ‘amal jariyah’ yang ditinggalkan LA setelah 10 tahun memimpin Konawe. Sebelumnya, saat masih menjabat sebagai Kabag Pemerintahan Setda Konawe tahun 1996 – 1998, LA banyak membantu Bupati Rasak Porosi dalam menyiapkan rencana pembentukan Kabupaten Kendari Selatan yang digagas pertama kali oleh Yakub Silondae cs. Dalam posisi itu, LA tercatat beberapakali memfasilitas pertemuan antara tokoh-tokoh Kendari Selatan pimpinan Yakub Silondae dengan Bupati Rasak Porosi di Unaaha.

Setelah pelantikan dirinya sebagai Bupati Kendari pada tanggal 1 April 2003, LA banyak melibatkan diri dalam proses peletakkan dasar-dasar pemerintahan dan pembangunan daerah di Kendari Selatan (yang kemudian berubah nama menjadi Konawe Selatan) setelah dua bulan sebelumnya daerah ini resmi berdiri menjadi daerah otonom baru berdasarkan Undang-Undang Nomor 04/2003 tertanggal 25 Februari 2003.

Menyusul terbentuknya Kabupaten Konawe Selatan, LA mengkonsolidasikan gagasan dari sejumlah tokoh masyarakat Konawe bagian utara yang sejak sebelumnya di masa pemerintahan Bupati Rasak Poroosi telah mulai menggulirkan wacana pembentukan Kabupaten Konawe Utara. Upaya konsolidasi ini antara lain dilakukan dengan menggagas beberapa kali pertemuan dengan sejumlah tokoh masyarakat Konawe Utara guna merealisasikan mimpi itu. Untuk menindak lanjuti hasil-hasil pertemuan itu, LA mengeluarkan Surat Keputusan Bupati Konawe Nomor 556 Tahun 2006 tentang Pembentukan Badan Pekerja Komite Aksi Konawe Utara (KAKU) yang dipimpin oleh generasi muda Konut bernama Agussalim HM. Arief. Selain untuk membantunya menyiapkan bahan-bahan administrasi dan kelengkapan teknis lain yang diperlukan, gagasan LA mengeluarkan SK Bagan Pekerja (KAKU) tersebut juga dimaksudkan untuk membantunya menjalin komunikasi intensif dengan sejumlah tokoh masyarakat Konawe Utara di Lasolo dan Asera yang waktu itu sempat menemui jalan buntu. Sebagian tokoh masyarakat Konut yang tergabung dalam Forum Pemekaran Kabupaten Konawe Utara pimpinan Hamid Basir, Sudiro dan Daniel Bunggulawa, seolah enggan berhubungan dan melakukan koordinasi teknis dengan LA di Unaaha, dan sebaliknya, cenderung lebih banyak berhubungan dengan orang-orang Provinsi. Padahal, berbagai kesiapan administrasi dan dukungan kebijakan yang diperlukan ketika itu, berada pada dan menjadi bagian dari kewenangan Pemkab Konawe.

Keseriusan LA dalam mendorong pembentukan Kabupaten Konawe Utara semakin ditunjukkan LA dengan mengakomodir usulan Komite Aksi Konawe Utara (KAKU) agar Pemkab Konawe menganggarkan biaya persiapan pemekaran Konawe Utara sebesar Rp. 2 Milyar. Pada bulan November 2006, usulan itu diajukan LA dalam pembahasan RAPBD Konawe untuk tahun anggaran 2007 di DPRD Konawe. Atas arahan LA dan dukungan dari sejumlah anggota DPRD Konawe, terutama Abd. Samad, Umar Tjong, Johan Mekuo dan Yusran Taridala, usulan tadi akhirnya disetujui untuk dianggarkan pada tahun 2007, meskipun pada pembahasan sebelumnya, sempat terjadi sedikit pengurangan jumlah dari usulan sebelumnya sebesar Rp. 2 Milyar menjadi tinggal Rp. 1,5 Milyar setelah ditetapkan. Dana inilah yang kemudian dialokasikan untuk membiayai berbagai kegiatan persiapan dan pengurusan usulan pemekaran di tingkat provinsi hingga ke-tingkat pusat, baik yang dilakukan sendiri oleh LA beserta jajaran terkait di Pemkab Konawe, maupun yang dilakukan oleh anggota DPRD serta tokoh-tokoh masyarakat dan generasi muda Konawe Utara. 

Perjuangan LA dan tokoh-tokoh masyarakat Konawe Utara tadi akhirnya berbuah manis dengan terbitnya Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2007 tentang Pembentukan Kabupaten Konawe Utara pada tanggal 2 Januari 2007. Sidang paripurna di gedudng DPR RI untuk membahas penetapan undang-undang tersebut juga dihadiri langsung oleh LA bersama pimpinan DPRD Konawe dan sejumla tokoh masyarakat Konawe Utara, termasuk ketua Badan Kontak Komite Aksi Konawe Utara, Agussalim HM. Arief.

Jumat, 24 Februari 2017

KIPRAH LA DI LEMBAGA ADAT TOLAKI

Pengukuhan LA sbg Ketua LAT
Mungkin banyak yang tak sempat mengetahui peran awal LA di tahun 1999 dalam proses penjajakan awal menjelang pembentukan organisasi paguyuban resmi masyarakat hukum adat Tolaki bertajuk Lembaga adat Sseandainya ada dana sedikit, coba bapaknya Arni bikinkan kita acara symposium adat untuk mengagas rencana mengimplementasikan gagasan mendirikan lembaga adat Tolaki…”.
araano Tolaki (LAST) yang kemudian mengalami pergantian nama menjadi Lembaga Adat Tolaki (LAT). Ketika itu masih menjabat sebagai Kepala Dinas P dan K, LA ditemui oleh ayahanda Muslimin Su’ud di ruang kerjanya untuk membicarakan gagasan menyelenggarakan symposium adat Tolaki untuk pertama kalinya di Unaaha. Dalam pembicaraan itu, Ayahanda Muslimin Su’ud sempat mengisahkan perjalanan panjangnya berdiskusi dengan para pejabat dan tokoh masyarakat Tolaki sejak era Bupati Andry Djufry, Anas Bunggasi hingga era Rasak Porosi terkait gagasan mereka membentuk sebuah lembaga adat yang dapat mereprentasekan eksistensi dan dinamika social masyarakat hokum adat tolaki yang tersebar dari wilayah Kota Kendari, Kabupaten Kendari hingga Kabupaten Kolaka. Sayangnya, kata ayahanda Muslimin Su’ud, “…

Mendengar cerita panjang dan permintaan Ayahanda itu, LA langsung  beri respon. Ia bahkan tertekad untuk membantu mengimplementasikan gagasan lama yang diceritakan ayahanda Muslimin Su’ud tadi. Beberapa hari kemudian, LA mencarikan pos dana untuk menyelenggarakan kegiatan Simposium Adat. Setelah mendapat celah memperoleh dana pada pos anggaran Pengembangan Adat Istiadat dan Budaya di Dinas P dan K, waktu itu dana yang tersedia tinggal Rp. 20.000.000,- (dua puluh juta rupiah), ia kembali menghubungi ayahanda Muslimin untuk membicarakan persiapan secukupnya, acara symposium adat yang dihadiri para sesepuh dan wakil-wakil tokoh adat asal Kendari, Unaaha dan Kolaka itu pun antara lain menghasilkan rekomendasi pelaksanaan musyawarah adat dalam rangka pembentukan organisasi lembaga adat Tolaki.

Menindaklanjuti hasil pelaksanaan symposium adat tersebut, pada awal Maret 2000, LA mengajak ayahanda Muslimin Su’ud untuk bersama-sama menemui Bupati RAsak Porosi guna membicarakan rencana pelaksanaan musyawarah adat. Setelah menerima penjelasan seperlunya dari LA dan ayahanda, Rasak Porosi pun menyetujui rencana itu dan memerintahkan LA untuk segera menyiapkan dana pelaksanaan acara musyawarah adat pertama dari APBD Kendari tahun anggaran 2000. Rasak Porosi kemudian menunjuk LA sebagai ketua dan ayahanda Muslimin Su’ud sebagai Sekretaris panitia Pelaksana.

Kamis, 23 Februari 2017

MENUNTUT ILMU HINGGA MERAIH DUA GELAR DOKTOR

Dr.H.LUKMAN ABUNAWAS,SH.M.Si
Pada masa2 SMA disekitar tahun 1973, atas perintah LA HALIL Guru Silat Karate kon'dau-nya, suatu hari LA pernah berdiri diatas dua bilah ta'awu (parang khas Tolaki) selama berjam-jam dibawah terik matahari di pinggir kali Andaroa. Waktu itu, oleh gurunya, LA diberi kesempatan untuk mempelajari ilmu kebal (kabala). Usai merampungkan tahap berdiri diatas Ta'awu, LA lalu diperintahkan untuk terjun dan berendam di air sungai Andaroa selama berjam-jam. Dua tahapan itu dilalui LA dengan gigih, hingga akhirnya ia berhasil menyelesaikan sesi latihan itu dengan baik tanpa halangan sedikitpun......
Kembali ke masa SMA nya, LA juga dikisahkan pernah beberapa kali tidak masuk sekolah selama beberapa hari. Kadang tanpa diketahui seisi rumah, LA ternyata sering menyebrang ke pulau Wawonii dengan menaiki kapal kayu untuk menjumpai Pamannya Arifuddin Djohansyah (cama Wawonii waktu itu). Ternyata LA ke Wawonii untuk mempelajari ilmu Kanuragan pada seorang guru di Lampeapi.....
Keputusan LA untuk merantau ke Makassar tahun 1976 setelah tamat SMAN 1 Kendari, sesungguhnya didorong oleh obsesi tunggal untuk melanjutkan pendidikan. Ia masuk ke STIALAN Makassar setelah sebelumnya gagal lanjut ke APDN karena alasan ekonomi. Di APDN, LA hanya sempat kuliah selama sebulan, untuk kemudian berhenti karena terpaksa mengikuti kegiatan di SPPH (Sekolah Pembantu Penilik Higienis) sebagai syarat untuk menjadi CPNSD di Pemprov. Sulsel. LA masuk ke STIALAN setelah berstatus sebagai PNS dan ditempatkan di Pemda Maros. Di STIALAN, LA kuliah dalam kondisi keuangan yang pas-pasan karena disaat yang sama, dengan modal gaji PNS biasa golongan II/a, ia harus pula menghidupi anak istrinya di rumah kontrakan mereka di Maros. Namun, dengan bermodalkan kegigihan, ia akhirnya dapat menyelesaikan pendidikannya di STIALAN dengan gelar BA (Bachelor of Art).

ANALISIS PROGRAM PERMATA


Istilah kebijakan (policy) serigkali penggunaanya salaing dipertukarkan dengan istilah tujuan (goals), program, keputusan, undang-undang, ketentuan-ketentuan, usulan-usulan, dan rancangan-rancangan besar (Wahab, 1997). Kebijakan pada intinya adalah sebagai pedoman untuk bertindak. Pedoman ini boleh jadi sederhana atau kompleks, kualitatif atau kuantitatif, khusus atau umum, luas atau sempit, serta publik atau privat.
Sejalan dengan itu, Frederick (dalam Islamy, 1997) menyatakan bahwa kebijakan publik adalah serangkaian tindakan yang diusulkan seseorang, kelompok atau pemerintah dalam suatu lingkungan tertentu dengan menunjukkan hambatan-hambatan dan kesempatan-kesempatan terhadap pelaksanaan usulan kebijakan tersebut dalam rangka mencapai tujuan tertentu.
Sebuah kebijakan tentunya berasal dari adanya sebuah masalah publik yang perlu dicarikan jalan keluar oleh pemerintah dalam bentuk kebijakan publik. James E. Anderson (1979) mengatakan masalah publik sebagai suatu kondisi atau situasi yang menghasilkan kebutuhan-kebutuhan atau ketidakpuasan pada rakyat, sehingga perlu dicarikan cara-cara penanggulangannya. Kemudian Dunn (1998; 210-213) menambahkan bahwa masalah publik sebagai kebutuhan-kebutuhan, nilai-nilai, kesempatan-kesempatan yang tidak terealisir dan hanya dapat dicapai melalui tindakan kebijakan publik.

Rabu, 22 Februari 2017

PROFIL LUKMAN ABUNAWAS THN 2014

Nama Lengkap : Dr H. Lukman Abunawas, SH
Alias                 : Lukman
Profesi              : Birokrat
Agama              : Islam
Tempat Lahir   : Kendari, Sulawesi Tenggara
Tanggal Lahir   : 11 September 1958
Zodiac               : Libra
Hobby               : Membaca | Traveling
Warga Negara  : Indonesia
 
BIOGRAFI
Birokrat Sejati " Sekretaris Daerah Prov. Sultra Dr H. Lukman Abunawas, SH. M.Si lahir di Kendari 11 September 1958. Lukman adalah putra mantan Bupati Kendari Abunawas dan ibunya Hj ST Juhariah. Terlahir dari keluarga pejabat, Lukman tetap berkepribadian low profil. Mewarisi bakat kepempinan ayahnya, bahkan meneruskan jejak almarhum Abunawas menjadi Bupati Kabupaten Kendari/Konawe.
Hj. Yati Lukman,S.Ip
Menikah dengan Hj Yati Lukman pada tahun 1977, dikaruniai lima orang anak yakni tiga putri dan dua putra. Masing-masing Arniwaty Abunawas SE M.Si istri dari Wakil Bupate Konawe sekarang, Isnawaty Abunawas ST. MM, Andry Abunawas SH. MH, Ardiansyah, S.ip yang ke empat putra putri Lukman telah mandiri dan memilih karir sebagai PNS. Putri bungsunya Fatimah Azzahra masih duduk di bangku kelas V SD.

Mantan penguasa Konawe yang akrab disapa LA ini mengawali Karir PNS 1 Juni 1976 di Pemda Kabupaten Maros Sulsel. Tahun 1983 pindah di Pemprov Sultra saat itu masih golongan II b. Naik golongan III a tahun 1986 LA menjadi pelaksana Kasubag dokumentasi di kantor BP7. Kemudian pindah di Pemda Kabupaten Kendari tahun 1988 dan mendapat amanah jadi Sekwilcam Kecamatan Wawotobi dan pada tahun 1990 menjadi Camat Wawotobi sampai bulan Juni 1996.

Lepas Jabatan Camat Lukman menjadi Kabag Pemerintahan Kabupaten Kendari 1996-1998, lalu di tahun 1998-1999 menjadi Kadis Tata ruang Kabupaten Kendari, menjadi Kadis Diknas Kabupaten Kendari. Selanjutnya 1 April 2013 menjadi bupati Kendari sampai dengan April 2008. Dicintai masyarakat Konawe LA kembali terpilih menjadi Bupati Konawe periode 2008-2013 (terjadi perubahan nomenklatur nama Kabupaten Kendari berubah menjadi Kabupaten Konawe).

Birokrat sejati tepat disandang Lukman Abunawas, memulai karier dari bawah hingga menjabat sebagai pimpinan Birokrasi tertinggi di Sultra dengan pangkat golongan Pembina Utama IV e masa kerja lebih dari 33 tahun.
Menurutnya ada lima hal penting yang harus menjadi pedoman aparat PNS dalam menjankan tugas dan fungsinya yakni patuh pada aturan, disiplin, loyal pada atasan, menjaga citra PNS dengan menghindari perbuatan tercela.

“Pegawai yang mematuhi lima pedoman tadi, Insya Allah akan dipakai kerja oleh pimpinan. Jangan ada PNS yang melakukan tindakan amoral yang tidak sesuai dengan norma-norma sosial dan agama. Serta kepada seluruh aparat PNS lingkup Pemprov Sultra untuk bekerja profesional sesuai tupoksinya masing-masing,” tegas Sekda Prov Sultra.

BEBERAPA TANDA PENGHARGAAN Dr.H.LUKMAN ABUNAWAS,SH.M.Si

Kerja keras LA dalam meniti karir di birokrasi dan di panggung politik selama ini ternyata mendapat apreasi dari pemerintah pusat. Hal ini setidaknya terlihat pada beberapa tanda penghargaan yang pernah diraih LA, diantaranya adalah :
1. Penghargaan lomba penghijauan swadaya Dati II Kabupaten Kendari tahun 1990 – 1991
2. Penghargaan pengamatan penyelenggaran percontohan otonomi Dati II Kendari tahun 1996
3. Piagam Menteri Negara Pemuda Olahraga RI tahun 1996
4. Penataran kewaspadaan bagi pemuda tingkat nasional angkatan XVIII tahun 1996
5. Sertifikat membangun wajah perkotaan oleh PWI Pusat tahun 1997
6. Penghargaan badan pembinaan pendidikan pelaksanaan pedoman penghayatan dan pengamalan pancasila (BP7) Dati I Sultra tahun 1997
7. Penghargaan diklat manajemen berbasis kompetensi tahun 2001
8. Penghargaan Depdiknas RI, Dirjen PLS, Pemuda dan olahraga, program kelompok belajar paket A antara SD dan B setara SLTP mendukung wajib belajar pendidikan dasar 9 tahun di Kabupaten Kendari tahun 2001
9. Penghargaan sebagai figur pemimpin daerah untuk pembangunan oleh Dharma Indonesia tahun 2004
10. Penghargaan sebagai dosen ilmu kewarganegaraan oleh Mendikbud RI bersama Gubenur Lemhanas RI tahun 2004
11. Penghargaan Dharma Karya 2004 sebagai Bupati terbaik tingkat nasional tahun 2004
12. Piagam Gubernur Lemhanas RI sebagai alumnus tahun 2004
13. Penghargaan Satya Lencana Karya XX oleh Presiden RI tahun 2004
14. Penghargaan prestasi dan pengabdian masyarakat pembangunan daerah oleh Citra Karya Abdi Pembangunan tahun 2005
15. Piagam Satya Lencana Legiun Veteran RI tahun 2005
16. Piagam terbaik I tingkat Sultra lomba penghijauan dan konservasi alam oleh Departemen Kehutanan RI tahun 2007
17. Penghargaan Satya Lencana Karya XXX oleh Presiden RI tahun 2011
18. L.A Mendapatkan Pengakuan/Penghargaan dari Pemerintah / Presiden RI 3 Kali berturut-Turut atas upayanya Menjadikan Kab.Konawe sebagai Lumbung Pangan Sultra & Nasional.
19. L.A Juga mendapatkan Pengakuan/Penghargaan dari Pemerintah/ Presiden RI dibidang UPAH KARTI dalam Pembangunan di Bidang industry kecil & Koperasi "Saat menjadi Bupati Konawe"
20.L.A Juga mendapatkan Pengakuan /Penghargaan dari Pemerintah /Presiden RI dalam Pembangunan dibidang Sektor Pertanian ( Perkebunan, Peternakan, Beras, Dll di bidang pertanian) "saat menjadi Bupati Konawe.
21. L.A juga mendapatkan pengakuan / Penghargaan dari Pemerintah RI (Menko Kesra) Dalam Pembangunan di Bidang Keagamaan "Saat menjadi Bupati Konawe

MASA KECIL HINGGA BERANJAK REMAJA

H.Lukman Abunawas & Hj. Yati Lukman
Warga kampung Wawotobi di tahun 1958-an ketika itu sedang dicekam perasaan takut akibat invasi gerombolan DI/TII yang melakukan pembakaran kampung-kampung orang Tolaki mulai dari belantara Latoma, Lambuya, lalu ke-pemukiman warga di Wawotobi hinga ke wilayah Pondidaha. Waktu itu, Asisten Wedana Wawotobi – Abunawas – tak bisa berbuat apa-apa menghadapi gerombolan bersenjata DI/TII karena markas TNI terkonsentrasi jauh di Makassar dan di Kendari, apalagi ketika itu istrinya sedang hamil tua. Di tengah situasi mencekam itu, tepatnya pada tanggal 11 September 1958, di kampung Inalahi atau lebih dkenal dengan istilah kambo dawa, Siti Djuhariah – istri kedua Abunawas - melahirkan seorang putra yang lalu diberi nama Lukman Abunawas (LA). Menghindari suasana mencekam di Inalahi, Abunawas mengungsikan keluarganya (termasuk LA) ke kampung Palarahi selama setahun.

Pada usia yang masih bayi (satu tahun), LA diboyong kedua orang tuanya ke Kolaka menyusul pengangkatan ayahnya – Aboenawas – sebagai Kepala Pemerintahan Negeri (KPN) Kolaka. Tinggal di rumah pamannya –Tahir – suami dari kakak tertua Almarhum Andry Djufry (mamanya Suri), si-kecil LA berada dalam buaian kasih sang ibu yang selama setahun penuh menemani sang suami bertugas di Kolaka.

Di penghujung tahun 1960, dari Kolaka, si kecil LA kembali diboyong kedua orang tuanya ke-Kendari dan menempati sebuah rumah sederhana di desa Lahundape (sekarang berstatus kelurahan). Saat itu, sang ayah Aboenawas mendapat posisi baru sebagai kepala Badan Pemerintah Harian (BPH) Kendari hingga tahun 1968. Tiga tahun bermukim di desa Lahundape, memasuki usia yang ke-5 tahun atau tepatnya pada tahun 1963, LA mengikuti kedua orang tuanya pindah rumah ke perumahan kantor daerah di desa Kemaraya (sekarang kelurahan Watu-Watu). Di rumah Dinas yang setelah beberapa tahun kemudian berubah status menjadi milik pribadi sang Ayah itulah, LA melewati masa kecilnya di tengah suasana warga sekitar yang umumnya beretnik Tolaki dan Torete.
Tahun 1964, di usianya yang menjelang 7 tahun, LA yang waktu itu sering dipanggil dengan nama Tore, dimasukkan ke SD Negeri Kemaraya. Tumbuh sebagai anak bertubuh atletis, lincah dan sedikit nakal, LA di masa itu sering bermain bola lemon bersama teman-temannya di sela-sela pepohonan hutan semak. Selain bermain bola, LA di masa kecilnya juga punya hobby memanjat pohon. Di tengah keranjingan bermain bersama teman-temannya itu, LA pernah mengalami nasib sial di usianya yang ke-8 tahun atau di saat duduk di bangku SD kelas II. Di awal tahun 1966 ketika itu, bertepatan dengan pembangunan rumah dinas Gubernur Sultra yang terletak tak jauh dari rumahnya di Watu-Watu, saat sedang asyik bermain di bawah pohon nangka, tubuh LA tiba-tiba tertimpa sebuah batang kelapa berukuran cukup besar yang rubuh dari arah atas kepalanya menembus dedaunan pohon nangka. Spontan LA mengalami luka di sekujur tubuhnya hiingga mengalami patah tulang di bagian kaki. Sang ibu yang sempat histeris mengetahui kejadian itu, langsung melarikan LA ke rumah sakit Abunawas di Kota lama. Di tempat ini, LA sempat menjalani masa opname selama tiga bulan.

Setelah melewati musibah itu, tahun-tahun berikutnya berada di bangku sekolah dasar, LA diceritakan bertambah rajin belajar. Ia beberapa kali menjadi juara 1 di kelas. Kecerdasan LA terutama ttergambar saat berada di kelas IV. Saat hendak memasuki kelas berkutnya, oleh wali kelasnya ketika itu, LA langsung digenjot untuk duduk di kelas VI tanpa melalui kelas V.
Tamat SD tahun 1969, atau setahun setelah sang ayah menjabat sebagai Bupati Kendari, LA masuk ke SMP Negeri I Kendari di tahun yang sama. Selain tekun belajar atas dorongan keras sang ibu yang juga seorang guru, sebagaimana kebiasaan sebelumnya di bangku SD, LA sangat hobby bermain bola. Di jam-jam keluar main, LA hampir tak pernah luput bermain bola bersama teman-temannya di halaman bagian dalam bangunan sekolah. Naik ke bangku SMP kelas III, LA mulai berkenalan dengan seni beladiri. Bersama beberapa teman sekelasnya, termasuk Nurlan Samad, mantan camat Sampara, LA mengikuti latihan Karate Kontau (ketika itu populer dengan sebutan KK) pada seorang guru di desa Andaroa bernama La Hali. Sejak saat itu hingga tahun-tahun sesudahnya, bahkan hingga sekarang saat buku ini ditulis, LA dikenal sangat aktif mengikuti berbagai sesi latihan seni beladiri, utamanya karate.

Masuk ke SMA Negeri 1 Kendari setelah tamat SMP tahun 1972, atas dorongan sang Ayah yang tengah menjabat sebagai Bupati Kendari, LA mulai aktif dalam berbagai kegiatan organisasi di sekolah dengan menjadi pengurus inti OSIS. Selain itu, ia juga masuk menjadi anggota dan aktif dalam berbagai kegiatan Pramuka. Mengikuti event-event camping (berkemah) dan jelajah hutan (cross-country) ke daerah pegunungan dan pesisir laut, menjadi kegiatan yang paling digandrungi LA selama menjadi siswa SMA Negeri I Kendari. Di sekolah ini, ia juga berlajar berpidato dan berinteraksi dengan rekan-rekannya dari berbagai daerah asal, seperti dengan Insana Maliki (sekarang Sekda Buton), Abdullah Mundu, Andrias Sikata, Syam Abdul Jalil hamra (mantan Ketua KPU Kota Kendari) dan lain-lain.